Minggu, 18 Desember 2011

Stay Positive Aja


Pasca pengumuman kelulusan SMP, rambutku mulai gondrong. Emang sengaja aku bikin gondrong sebagai pelampiasan waktu masih sekolah di SMP. Waktu SMP susah banget buat manjangin rambut. Apalagi guru BP-nya mengerikan, tak segan-segan buka salon dadakan buat anak-anak yang bandel rambutnya panjang. Guru BP tersebut punya kursi khusus buat mencukur rambut siswa yang gondrong. Warnanya merah dan bisa berputar, kayak di salon-salonlah. Bedanya kalau di salon kita bisa milih model rambut yang kita sukai. Kalau disini juga bisa milih sih tapi berhubung kemampuan guru BP hanya bisa potong cepak alias model ala tukul arwana. Walaupun kalian minta model beckham atau sasak, hasilnya tetap cepak ala tukul. Potong rambut disini gratis atau tanpa biaya sepeser pun. Syaratnya cukup satu, pasrah aja kalau uda di cukur. Jadi, kalau kalian ingin potong rambut gratis ala tukul arwana disinilah tempatnya. Aku sih ogah, mending ke pangkas rambut aja.

Setalah lulus dari salah satu SMA di solo, aku merasa kecil lagi. Mungkin waktu di SMP dulu kita tertua, besar, paling dihormati oleh adik-adik kelas, dan sok mudah untuk menindas adik-adik kelas. Setelah selesai daftar ulang dan bayar administrasi, kami akan di MOS (Masa Orientasi Siswa) oleh kakak kelas. Kegiatan malesin nih, dalam hati. Kebetulan hari itu Sabtu, kami siswa baru di bagi menjadi beberapa kelas. Setelah memasuki ruangan kelas, satu hal yang suka aku lakukan ketika liat orang yang baru aku kenal adalah menilai orang dari penampilan luarnya. Ketika melihat temenku bernama Aga. Awalnya aku kira dia anak berandalan, padahal orangnya asyik dan suka bercanda. Wajahnya di pasang serem, mungkin bawaan dari lahir. Badanya besar, kulitnya agak gelap. Satu hal yang aku ingat dari awal bertemu dia adalah kalung emas di lehernya. Gila kayak juragan sayur di pasar yang suka pakai kalung emas. Uda kancing baju di buka tiga kancing dari atas, ditambah pakai jaket jeans ala preman-preman.

Ada lagi satu temenku, namanya Yoga. Dia orang pertama yang menyapaku dan mengajak duduk bareng dengan dia. Waktu menyapa serem juga, tanpa basa-basi dan tanya nama dulu langsung to the point aja. “eh.. ntar duduk bareng!”, katanya sambil memasang muka serius kayak mau gebukin orang. Matanya merah, kayak enggak pernah tidur atau kayak orang habis mabuk-mabukan. Jangan-jangan dia suka mabuk-mabukan, ngeri juga nih orang! dalam hati. Katanya Yoga emang matanya merah dari dulu bukan karena semalam mabuk-mabukan. Waktu duduk bareng, enggak ada ekspresi dari raut wajahnya apalagi selama duduk diem aja. Setelah kenal lama di sekolah, eh…. ternyata Yoga itu orangnya baik dan kalau ngomong sama orang nadanya halus banget. Ada fakta lain, ternyata dia juga lebih suka ngumpulnya bareng cewek-cewek ketimbang sama temen-temen cowok sekelas.

Dua jam berlalu, kakak pengampu kelas menyuruh kami mencari sebelahan beda lawan jenis. So, aku perpisah dengan Yoga. Alhamdulillah… untung enggak duduk sam Yoga lagi, dalam hati sambil mengelus-elus dada. Tempat dudukku pindah di depan. Sekarang sebelahku cewek, namanya Sinta. Asyik sebelahan sama cewek cantik, dalam hati sambil senyum-senyum ke Sinta. Maklum dulu masih ababil. Sinta sudah enggak asing lagi buatku, kebetulan kami berdua dari SMP yang sama tapi beda kelas. Aku kira Sinta enggak tau kalau dulu aku satu sekolah dengannya. Tiba-tiba Sinta bertanya pada diriku, “Eh.. yang dari kelasmu siapa aja?” “Aku sama yoseph aja”, jawabku sambil heran. Dengan rasa PD aku bertanya kepada Sinta “kamu tau aku ya?” Balas Sinta, “ya tau lah.. kelas kita kan sebelahan!” Sambil memandangi Sinta, “Kirain enggak tau..hehe.” Mendadak kepalaku membesar kePDan seperti balon yang hendak meledak. Dulu aku emang culun, jadi enggak pernah bergaul sama anak kelas lain.

Lima belas menit kemudian para pengampu kelas keluar. Kebetulan suasana kelas pada saat itu hening, mungkin masih pada canggung buat ngobrol sama teman-teman baru. Tiba-tiba saja pintu kelas kebanting “BBBBLLAAARRKK!!” Semua siswa kaget semua. “SELAMAAAT SIIAANNG!! SELAMAATT SIAANGGG!!” dengan nada teriak-terik kayak neriakin maling. Pintu kelas di banting lagi, “BBBBLLAAARRKKK!!” satu persatu orang muncul dari balik pintu dengan memakai topi berwarana hitam dan memegang penggaris besi. Keadaan yang tenang kayak dikuburan berubah menjadi suasana tegang saat sakaratul maut (sedikit berlebihan). Orang-orang tersebut adalah tim penggertak saat MOS, mereka biasa disebut tim tatib. Mereka berteriak, “Mana suaranya? Pada bisu semua ya? Enggak menghargai senior kalian!! Karena terlalu kaget sehingga kami diam semua dan lupa membalas ucapan selamat siang para senior tersebut. Mereka berterika-teriak kembali, “Posisi siap semua!! Enggak ada yang ketawa atau tolah-toleh!! Pandangan lurus ke depan semuuaaa!!” Semua tim tatib menyebar keseluruh ruangan kelas, sambil teriak-teriak mengulangi sikap yang harus kami lakukan. Uda diam kayak patung semua deh.

Suasana tegang semakin klimaks ketika tim tatib mulai cari-cari kesalahan dari siswa baru. Satu persatu siswa baru yang melakukan kesalahan ditarik maju dan diteriak-teriakin depan mukanya sambil memukul-mukul meja dengan penggaris besi. PPLLLAAAAARRRDD….. PPPLAAARRDD…… “TAU ENGGAK KESALAHANMU APA?” teriak salah satu tim tatib. Sedikit lirikan melihat gerak-gerik tim tatib langsung di sentak dan diteriak-teriakin “APA? LIAT-LIAT? NANTANG SAMA SENIOR?” Yang Heboh lagi ketika ada cewek dari kelas lain yang ditarik masuk ke kelasku. Dia langsung disuruh berdiri di atas meja yang berada didepan kelas dan disuruh teriak, “SAYA MODEELL… SAYA MODEEELL…. SAYA MODDEEELL.” Kasian juga nih cewek dikerjain sama tim tatib. “Model apa, mbak? Model sampo atau model kalender?” dalam hati sambil mencuri-mencuri kesempatan buat liat cewek yang dikerjain tim tatib.

Tiba giliran Sinta yang ditarik ke depan. Sinta memang kelihatan banget kalau hari itu pakai make up. Selain itu seragam Sinta emang didikit ketat, entah sengaja ketat atau emang udah kekecilan. Salah satu tatib teriak-teriak di depan Sinta, “APA INI? KAMU PAKAI MAKE UP YA? UDA SERASA MODEL YA?” Sinta diam saja diteriak-teriakin gitu. “Haduhh… Sinta kena nih! Habis ini pasti giliranku!” dalam hati dengan kaki yang mulai bergetar karena ketakutan. Tiba-tiba ada seorang cewek dari tim tatib mendekat diriku, “Mampus!” kataku dengan suara yang pelan sambil mengarahkan tatapanku ke arah meja. “Eh.. pandangan kamu lurus, jangan merunduk nanti kamu kena juga” kata cewek itu dengan pelan. Aku heran. Lalu aku liat muka cewek itu dan ternyata aku kenal orang ini. Ini tetangga sebelahku, namanya kak Rika. “Udah santai aja, posisimu tetap gitu!” ujarnya sambil bisik-bisik. Aku hanya menjawab dengan mengangguk-anggukan kepala.

Satu orang dari tim tatib yang menurutku paling galak, paling serem dan paling aku takutin. Namanya Kak Singgih. Badannya besar, matanya tanjam dan agak merah kayak Yoga. Semua siswa baru dipelototin satu persatu. Kalau teriak, suaranya paling kenceng dan paling garang. Menurutku ekspresinya sangat natural, seolah-olah enggak kelihatan kalau di buat-buat. Mungkin ekspresi mukanya dari lahir tuh hahaha. Setelah MOS, ternyata kak Singgih itu berbeda Waktu pas MOS. Waktu istirahat, terkadang aku bertemu dia makan di kantin. Ketika dia ngomong dengan temen-temennya rada kebanci-bancian dan kalau ngumpul sama cewek-cewek. Gila… dulu aku takut banget sama ini orang, eh.. ternyata banci. Anjirrrr! *upss keceplosan

Terkadang kebiasaan kita menilai orang yang baru dikenal dari luar itu salah. Kita enggak boleh langsung menghakimi seseorang dari penampilan luarnya saja. Emang sih, penampilan luar mencerminkan penampilan dalamnya. Maksudnya karakter dan sifatnya. Tapi enggak semua penampilan luar mencerminkan penampilan dalamnya. Misalnya, Bob Sadino. Siapa sangka orang yang sering meeting memakai celana pendek itu orang yang brilliant dan salah satu pengusaha kaya di Indonesia. Memang asyik sih, menebak-nebak sifat seseorang yang baru dikenal dari penampilan luarnya. But, stay positive aja.